Canadian Buddhists sell temple for tsunami: "A Buddhist congregation in British Columbia will sell its temple to raise $1 million for the tsunami relief effort, the Canadian Broadcasting Corp. reported.
"
......
"Thich said the act follows the teaching of the Buddha -- to do compassionate deeds and build a life of harmony between human beings and nature.
He said the money is also a thank-you to the people of Indonesia, Thailand and Malaysia for providing refuge to him and others in the congregation when they were refugee boat people in the 1970s."
Hmmm, gimana yah ..... ini orang2 yang pernah jadi orang perahu/boat people tahun 70-an lewat pulau galang kali ya. Sekarang mau nyumbang segitu dari hasil penjualan kuilnya. Weleh, buanyak bener tuh duit yah.
Berbuat kebaikan bukan karena berharap balasan (didunia atau di akhirat) tetapi meyakini bahwa hanya dengan begitu kita menjadi mahluk berguna. Dalam pemahaman begini, hidup dalam prinsip bukan dalam perhitungan untung/rugi yang mekanistik, maka mudah saja mengerti "cintailah musuhmu", "beri pipi kanan, bila pipi kirimu di tampar".
Lalu kenapa juga kita susah sekali untuk menerima kesederhanaan ini? Karena kita tidak berani melepaskan anggapan umum yang ada disekitar kita, tidak berani menanggung sendiri kebenaran dan tidak bersandar pada ucapan orang lain, ataupun kutipan dari manapun yang tidak kita pahami sepenuhnya.
Mungkin perlu juga banyak membaca Tao The Ching .... jalan kebenaran yang harus di cari tiap orang bagi dirinya sendiri, tidak bisa diajarkan tak bisa diteruskan. Adalah jalan mudah untuk mengutip dan berguru serta mengulang-ulang kebenaran dan meyakininya sebagai kebenaran.
Lalu ada cerita tentang "manunggaling kawulo lan gusti" yang menolak adanya perantara antara mahluk dengan pencipta. Meruntuhkan struktur kepemimpinan agama, dan karenanya sangat di tolak para kaum terpelajar yang terpinggirkan. Konsekuensi tiadanya perantara adalah bahwa tiap orang harus mencari jalannya sendiri, tidak hanya mengutip dan bersandar pada ucapan orang lain untuk menghantar kedekatan mahluk dengan penciptanya.
Nah lo, kok jadi berat begini sih. Yah mungkin terpengaruh dahsyatnya peristiwa Aceh dan samudera India, terdorong kita untuk melihat kembali hubungan kita dengan Yang Maha Kuasa, hubungan kita dengan semesta. Betapa semua yang begitu dahsyat dan tidak terduga, tidak terpahami, betapa tidak bernilainya diri kita. Apakah kita mau bermegah dengan apa yang bisa kita capai secara material dan sosial dalam umur kita ini yang tak seberapa?
Lalu apa capaian, apa tujuan spiritual yang tidak terhingga yang bisa kita, mungkin kita lakukan. Menjadikan hidup kita bermakna, menjadikan kehidupan dan orang lain menjadi bermakna, semakin manusiawi, semakin alami. Akh, ini masih terlampau sulit untuk di mengerti. Tetapi ini langkah yang terayun di alam maya, mencari makna kehidupan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar