24 Januari 2005

Kisah menarik dari ruang kelas dari Ibu Guru.: lilieh-jatmiko :.

.: lilieh-jatmiko :.: "Tp sebetulnya saat ini gw bakal kehilangan satu dr sekian rtus muridku lagi......., ARAS.....yg pernah kabur...., skarng kabur lagi............*tp dah ketemu*, dan..saran terakhir ku...., supaya tu anak sekolahnya dipindah aja......, dy ga cukup kuat ngikutin pelajaran di tempat ku...yg lumayan ketat....
"
Ibu Guru Lilieh yang memperkenalkan aku ke BLOGFAM, walau mengaku aku lebih rajin posting ternyata membawa perspektif unik dan sangat penting deh guna memahami dinamika proses belajar mengajar yang berjalan saat ini. Kala kita tidak lagi mengerti kemana arah pendidikan ini, kalau dulu kita yakin bahwa pendidikan adalah wahana paling manjur untuk menciptakan keadilan sosial. Juga pendidian sebagai wujud keadilan sosial, peran negara untuk membuka peluang yang sama bagi tiap warga negara muda terlepas dari kedudukan orang tuanya, untuk berusaha menentukan masa depannya lewat pendidikan dengan seadil-adilnya.

Saat ini dengan semakin tinggi komersialisasi pendidikan, fokus yang sangat kuat pada kualitas pendidikan bagi kelompok yang paling "berkualitas" menjadi bentuk yang sadar atau tidak memberi peluang lebih besar bagi mereka yang datang dari latar belakang sosial ekonomi yang lebih mapan. Pendidikan sebagai bentuk keadilan sosial, pendidikan sebagai jalan pencapaian masyarakat yang lebih berkeadilan sosial mandeg sudah.

Bagaimana mau menciptakan keadilan sosial, kalau mereka yang beruang dan berkedudukan dengan mudah mendapatkan kualitas pendidikan yang bermutu (bahkan dengan subsidi negara). Langkah berbagai perguruan tinggi "center of exelence" menjadi BHMN dan kemudian menciptakan dengan cepat jalur khusus bertarif mahal tanpa menyiapkan jalur bersubsidi pada saat yang sama. Hal ini berarti yang mampu mensubsidi kelompok menengah, sedang mereka yang tidak mampu pupus sudah harapan.

Bagaimanakah situasi pendidikan di tingkat SMA, SMP, SD, bahkan untuk pendidikan pra sekolah. Semakin tak terbayang bahwa pendidikan pra sekolah menjadi prasyarat untuk bisa mengikuti pendidikan di Sekolah Dasar yang baik, walau wajib belajar 9 tahun (entah berapa atau apa wujudnya sekarang) rasanya tidak mencakup pendidikan pra-sekolah. Apa bisa mereka yang sangat berbakat dari kelompok tkurang mampu bersaing dengan rekan mereka yang biasa2 saja tetapi mendapat pendidikan (pelatihan) yang lebih baik, atau bahkan sekedar memiliki persyaratan administratif yang lebih baik saja.

Wah, aku bilang ini bentuk korupsi terbesar saat ini!!! Tugas konstitusional mencerdaskan kehidupan bangsa, diterjemahkan menjadi memberi pendidikan sebaik-baiknya bagi putra dan putri yang paling siap untuk menjadi pandai. Menarik memang, kita menciptakan pelajar yang pandai, tetapi kita tidak menciptakan kehidupan bangsa yang lebih cerdas karena hanya bagian kecil yang memang sudah didukung lingkungannya untuk pandai dengan semua pelajaran tambahan dan fasilitas lain bisa menikmati berbagai insentif termasuk yang dibiayai negara. Sementara bagian besar harus merayap dengan berbagai beban hidup.

Kepercayaan publik di selewengkan oleh pemegang jabatan publik secara kolektif membiarkan pendidikan semakin jauh dari wahana mempersiapkan warga negara masa depan yang (antara lain berkeadilan sosial) menjadi berfokus pada warga dunia masa depan yang siap berkompetisi dalam alam persaingan global, tetapi berimplikasi mereka yang banyak ditinggalkan demi kelompok kecil yang memang toh datang dari latar belakang sosial yang sudah baik. Bahkan mungkin turut mempercepat proses ini.

Tidak ada komentar: