24 April 2005

Microsoft dan politik

Mungkin menarik bagi mahasiswa ilmu politik yang sedang mempelajari hubungan antara perusahaan (besar) dengan politik, atau secara lebih umum bertemunya ranah politik dan ranah bisnis.

Artikel terkutip, adalah kalrifikasi dari CEO Microsoft (MS) yang menjelaskan posisi MS dalam agenda legisltif atau bermacam RUU yang sedang berproses di parlemen. Memang bukan manifesto yang dibuat khusus tetapi lebih merupakan reaksi atas pemberitaan bahwa MS tidak mendukung RUU anti-diskriminasi (atas homo, lesbian, dan kelompok minoritas lain).

Dalam artikel yang ditulis oleh CEO MS sendiri dan disebarluaskan oleh blog 'resmi' (MS punya pegawai yang kerjanya adalah khusus untuk memblog), penjelasan yang diberikan secara sederhana adalah bahwa RUU anti-diskriminasi tidak merupakan prioritas bagi MS, dan MS tidak pernah menyatakan dukungan atau pun tentangannya terhadap RUU tersebut. Tetapi juga bahwa secara pribadi sang CEO menegaskan sikapnya bahwa selama dia menjabat tidak akan ada aturan atau keputusan yang diskriminatif dan anti pluralis.

Aspek lain yang sesunguhnya menarik adalah ini merupakan suatu pengakuan bahwa perusahaan besar secara terbuka akan mempengaruhi proses legislasi terutama yang menyangkut kepentingan mereka. Secara teoritis artinya bahwa dalam prakteknya tidak ada pemisahan negara dan pasar. Aktor2 pasar akan selalu berusaha dengan memanfaatkan segala sumberdaya yang dimilikinya untuk mendapatkan kebijakan publik yang menguntungkan posisi perusahaan. Dalam posisi ini tentu kepentingan publik tidak menjadi pertimbangan.

Sehingga menjadi pertanyaan adalah siapa yang mewakili kepentingan publik? "Publik" yang tidak terorganisasi dan harus menghadapi berbagai masalah pada saat yang sama dengan sumber daya yang terbatas, dan kerap dengan perbedaan agenda di antara mereka sendiri tentu tidak akan berdaya untuk mempertahankan kepentingannya, apa lagi untuk memajukan posisi tawarnya kala harus berhadapan dengan kepentingan kelompok usaha.

Sehingga memang menjadi penting peran para aktifis, yakni orang-orang "gila" yang melawan kepentingan "korporasi" untuk membela dan memperjuangkan kepentingan publik. Alternatifnya adalah bahwa suatu kehidupan yang diatur semata oleh kepentingan pemilik modal dan kelas manajer yang sepenuhnya menhamba pada kepentingan material.

Steve Ballmer's email about anti-discrimination bill: "On February 1, two Microsoft employees testified before a House Committee in support of the bill. These employees were speaking as private citizens, not as representatives of the corporate position, but there was considerable confusion about whether they were speaking on behalf of Microsoft.

Following this hearing, a local religious leader named Rev. Ken Hutcherson, who has a number of Microsoft employees in his congregation, approached the company, seeking clarification of whether the two employees were representing Microsoft's official position. He also sought a variety of other things, such as firing of the two employees and a public statement by Microsoft that the bill was not necessary.

After careful review, Brad Smith informed Rev. Hutcherson that there was no basis for firing the two employees over the misunderstanding over their testimony, but did agree that we should clarify the ambiguity over the employee testimony. Brad also made it clear that while the company was not taking a position on HB 1515, the company remains strongly committed to its internal policies supporting anti-discrimination and industry-leading benefits for gay, lesbian, bisexual, and transgender employees.

I understand that many employees may disagree with the company's decision to tighten the focus of our agenda for this year's legislative session in Olympia. But I want every employee to understand that the decision to take a neutral stance on this bill was taken before the Session began based on a desire to focus our legislative efforts, not in reaction to any outside pressure.

I have done a lot of thinking and soul-searching over the past 24 hours on this subject, and I want to share with you my thoughts on how a company like Microsoft should deal with these kinds of issues."

Tidak ada komentar: